Minggu, 05 September 2010

TADARUS RAMADHAN (Dimuat di Harian Jogja)

Oleh: Hary Kustanto
Penggerak Jam’iyyatul Qurro’ wal Huffadz  Al-Mizan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

“Seandainya kalian mengetahui apa yang terkandung dalam bulan Ramadhan, pasti kalian akan berharap setahun penuh adalah bulan ramadhan”. Demikian Rasulullah menjelaskan kandungan Ramadhan.

Ramadhan, seperti yang dijelaskan oleh Rosulullah adalah bulan yang penuh keistimewaan. Termasuk diturunkannya al-Qur’an adalah pada bulan Ramadhan. Untuk itu, salah satu ibadah favorit mayoritas muslim saat Ramadhan adalah tadarus al-Qur’an.

Ironisnya, yang menjadi kebiasaan mayoritas umat islam sekarang, meski dalam bulan Ramadhan mereka bisa mengkhatamkan al-Qur’an lebih dari satu kali, tetapi saat keluar Ramadhan mereka meninggalkan al-Qur’an begitu saja. Jangankan untuk membacanya, dimana al-Qur’annya ditaruh pun mereka lupa.

Untuk itu, agar pesan yang terkandung dalam ibadah itu (tadarus al-Qur’an) sampai kepada kita, perlulah kiranya kita memahami makna tadarus al-Qur’an sebelum akhirnya kita tergugah untuk tadarus Ramadhan.

Tadarus Al-Qur’an

Dalam kebiasaannya, untuk mengkhatamkan al-Qur’an 30 juz, umat islam melakukannya dengan tadarus. Layaknya membayar cicilan kredit, mereka membaca al-Qur’an satu juz dalam sehari sehingga dalam waktu 30 hari mereka menghatamkan al-Qur’an satu kali. Atau mereka membaca 3 Juz perhari, sehingga dalam sebulan mereka mengkhatamkannya 3 kali. Semua tergantung targetnya masing-masing.

Tadarus al-Qur’an terdiri dari dua suku kata yang masing-masing memiliki makna. Kedua suku kata itu adalah “tadarus” dan “al-Qur’an”.

Kata “tadarus” memang sudah sangat familiar di telinga kita. Tetapi apakah kita tahu bahwa tadarus itu berasal dari bahasa arab? Tadarus berasal dari “darosa” yang artinya “belajar” dan ketika “darosa” diubah menjadi “tadarus” maka artinya menjadi “belajar secara terus menerus”.

Sedangkan al-Qur’an adalah bentuk kata benda dari kata kerja “Qoro’a” yang artinya “membaca” sehingga ketika “Qoro’a” diubah menjadi “al-Qur’an”, maka artinya menjadi “bacaan”. Tetapi perlu kita ketahui bahwa dalam bahasa Arab, kosakata yang berarti membaca bukanlah hanya “Qoro’a”, tetapi juga “Talaa”. Pertanyaannya sekarang, mengapa kitab suci kita dinamakan “al-Qur’an”, bukan “tilawah” dari “talaa” yang juga berarti “bacaan”?

 Jawabannya terkait dengan surat al-‘Alaq. Sebagai ayat yang pertama kali diwahyukan kepada Nabi, disitu tertulis kalimat iqro’ (bacalah) dari “qoro’a”, bukan “utlu” (bacalah) dari “tala”. Rahasianya adalah ternyata kalimat “Qoro’a” tidak hanya terkait dengan hal-hal kongkrit (membaca teks) tetapi mencakup pembacaan terhadap situasi dan kondisi. Berbeda dengan “talaa” yang terbatas pada membaca teks.

Kalau demikian, ketika “tadarus’ disandingkan dengan kata “al-Qur’an”, maka artinya adalah mempelajari al-Qur’an secara terus menerus. Atau bisa juga kita artikan sebagai upaya pembenahan mental individu agar bisa selalu bersikap kritis, aktif, dan humanis dalam bermasyarakat.

 Sebenarnya penulis menyebut tadarus al-Qur’an disini hanyalah sebagai symbol betapa kita harus mengisi bulan suci ramadhan dengan ibadah. Ibadah yang diluar Ramadhan sangat sulit untuk dilakukan, pada bulan Ramadhanlah kita berlatih agar bisa meneruskannya diluar Ramadhan.
            Itulah makna tadarus yang sesungguhnya. Kita membiasakan diri untuk selalu berbuat kebajikan. Berbuat kebaikan itu wajib. Baik dibulan Ramadhan atau pun bukan. Peduli sesama itu wajib bagi setiap manusia. dimanapun, kapanpun, dan bagaimanapun, kita wajib berbuat baik pada sesama.

Untuk itu, semangat bertadarus perlu dijaga dan dipelihara. Tidak hanya saat Ramadhan, tetapi juga di bulan-bulan lain.

Tadarus Ramadhan

Banyak sekali hadits dan nasihat ulama berlalu dihadapan kita. Semua menjelaskan bahwa Ramadhan adalah momentum untuk memperbaiki akhlak manusia. Ramadhan dengan segala ibadah yang disyari’atkan didalamnya merupakan sebuah pelatihan agar manusia mampu mengendalikan hawa nafsunya.

Tidakkah kita sadari bahwa kita adalah penyebab kesengsaraan kita? Tidakkah kita sadari bahwa segala permasalahan yang menimpa kita selama ini adalah buah dari kelemahan kita yang diperbudak hawa nafsu? Tidakkah kita sadari bahwa krisis ekonomi dan kisruh politik yang merambah sampai masalah pendidikan disebabkan karena lemahnya alam bawah sadar kita menangkap pesan-pesan sosial dan moral yang telah disampaikan Tuhan melalui ayat-ayat kauniahNya? Bahkan kelakuan kaum berdasi yang telah melumpuhkan sendi-sendi ekonomi negara juga bermula dari bujuk rayu hawa nafsu.

Disadari atau tidak, jika kita menginginkan Bangsa kita tetap eksis dan sesegera mungkin keluar dari jerat permasalahan, maka kita harus mengaplikasikan segala aktivitas Ramadhan kita diluar bulan Ramadhan. Inilah yang penulis sebut dengan Tadarus Ramadhan. Jika saat Ramadhan kita menahan diri untuk berbohong dan menggunjing, maka di luar Ramadhan pun kita harus melakukan hal serupa. Jika saat Ramadhan kita rela bersedekah, membantu fakir miskin dan menolong sesama, maka kegiatan itu harus kita lanjutkan sepeninggal Ramadhan.

Itulah hakikat Ramadhan. Manusia dididik untuk menjadi manusia yang peduli sesama, siap mental, dan aktif dalam membangun kehidupan sejahtera.

Kiranya, jika Bangsa Indonesia mau bertadarus Ramadhan, pastilah permasalahan bangsa akan terselesaikan. Si Miskin akan merasakan nikmatnya hidup bernegara dan Si Kaya akan merasakan indahnya kebersamaan. Dari jujur dan keadilan, tahta dan jabatan adalah sebuah keniscayaan.

Tidak ada komentar:

Artikel Terbaru

Republika Online