Minggu, 20 Juni 2010

Menghidupkan Kembali Nafas Religi di Bumi Pertiwi - Sebuah usaha memberantas Korupsi

“Muslim  itu layaknya sebuah bangunan”. Demikianlah bunyi Hadits Rosululloh SAW. Dari hadits ini, Rosulullah hendak menyampaikan bahwa untuk menjadi negara yang kuat, umat islam harus bekerjasama, memperkuat satu dengan lainnya. Bukan malah saling menghasud lantas menghancurkan.
Perilaku kaum elit ini, telah melumpuhkan perekonomian Negara. Maka pantas saja, perekonomian Indonsia hanya menguntungkan para pemilik modal. Rakyat kecil hanya berusaha untuk memenuhi kebutuhan pokoknya dalam tempo satu hari. Dan untuk hari berikutnya, rakyat kecil harus mandi keringat dahulu sebelum makan dan minum. Sebuah perbedaan yang sangat kontras dan memalukan kita Si Merah Putih yang memiliki Pancasila.
Pancasila sebagai falsafah hidup Bangsa Indonesia merupakan sebuah represenratif dari nilai-nilai religius Bangsa yang saharusnya difahami dan direalisasikan dalam setiap gerak dan aktifitas.
Korupsi bukanlah satu-satunya masalah yang sedang menjamur di Indonesia . Disana masih ada masalah lain yang juga menuntut penanganan super ekstra dari pemerintah. Korupsi adalah kasus yang kompleks. Artinya, korupsi sebagai kejahatan hablumminannas yang merugikan banyak manusia, juga merupakan sebuah dosa dalam hubungan hablumminallah.
“Dosa”, merupakan perkara yang harus selalu didengungkan dalam telinga para pejabat. Pasalnya, diakui atau tidak, banyak pemerintah Indonesia yang menjadi figur publik adalah santri. Penulis yakin, mereka telah mengetahui bahwa korupsi adalah sebuah perilaku dosa.
Memberantas korupsi tidak selesai hanya dengan rapat dan evaluasi oleh petugas keamanan dan lembaga tertentu. Tetapi sebuah permasalahan besar yang mensyaratkan adanya refleksi total dari segala aspek. Khususnya aspek religi. Agama dan keimanan diyakini merupakan sebuah psikoterapi yang mampu mengobati segala bentuk penyakit hati.
Bisakah kita membayangkan betapa rusaknya Indonesia jika Nafas Religius hilang dalam keseharian?. Ketika itu, manusia akan berperilaku layaknya hewan. Berusaha untuk memenuhi kebutuhan pribadinya dengan segala cara meskipun itu menyakiti orang lain. Terlebih para pemimpin, mereka akan seenaknya merampas hak rakyat.
Disini penulis mengingatkan bahwasanya manusia itu tersusun dari tiga unsur. Yaitu, jasad, akal, dan ruh. Ini berarti kebutuhan manusia itu bukan hanya yang menyangkut masalah jasmani seperti makan dan minum, tetapi juga semua hal yang menyangkut masalah akal dan jiwa. Bukan manusia jika salah satunya hilang.
Oleh karena itu, membangun masyarakat anti korupsi harus dimulai dengan menghidupkan kembali nafas religius dalam kehidupan. Ingatlah bahwa tidak ada amal apapun yang lepas dari pertanggung jawaban. Ingatlah, dosa yang menyangkut hak manusia lain, penebusannya tidaklah cukup hanya dengan memohon ampun pada Tuhan, tetapi juga harus melalui ridho dari korban penganiayaan.
Sekarang tanya pada diri kita sendiri. Berapa juta umat yang kita sakiti?, berapa juta jiwa yang kita rugikan?, cukupkah amal kita untuk menebus kesalahan itu?. Berhentilah korupsi! Tuhan melihat gerakmu.


Tidak ada komentar:

Artikel Terbaru

Republika Online