Jumat, 06 Maret 2009

REFLEKSI MAULID

MUHAMMAD; USWATUN HASANAH

Oleh: Hary Kustanto
Empat belas abad silam, Nabi Muhammad terlahir dari rahim Aminah Ibunya, tepat dimana raja Abraha mengirim pasukannya untuk menghancurkan Ka’bah yang berbuah kegagalan bagi pasukannya.
Kegagalan pasukan gajah Raja Abraha disinyalir adalah sebuah tanda bahwa kelahiran Muhammad selain sebagai rahmat, adalah sebagai symbol kebangkitan ummat. Muhammad hidup bersama teman sebayanya, hanya saja, Muhammad memiliki kepribadian yang lebih istimewa. Perbedaan karakter dan kualitas hatinya dari anak-anak lain yang hidup pada masa itu dimulai ketika umurnya baru mendekati tiga tahun. Waktu itu, ketika sedang bermain, dia didatangi oleh dua orang berbaju putih yang kemudian membaringkannya. Setelah itu, perutNya dibelah dan hatinya dibersihkan oleh dua orang berbaju putih tadi.

Keadaannya yang yatim saat dilahirkan, menjadikannya tumbuh sebagai anak yang tegar, cerdas dan terpercaya. Sampai pada usianya yang ke dua belas, dia diajak pamannya Abu Tholib pergi ke Syam untuk berdagang. Muhammad yang terbilang masih sangat belia mampu menyelesaikan perjalannya sampai ke negeri Syam. Disana dia menemani pamannya yang sedang berdagang.
Perjalannya pergi ke Syam ternyata adalah sebuah pelajaran berharga yang menjadi momentum pendidikan dan pelatihannya. Dari perjalanan itu, Muhammad telah mengetahui seluk-beluk padang pasir dan berbagai sejarah tentang bangunan-bangunan kuno negeri Arab. Termasuk berita tentang kerajaan Rumawi dan agama Kristennya. Didengarnya berita tentang sebuah kitab suci serta oposisi Persia dari penyembah api terhadap mereka dan persiapannya menghadapi perang dengan Persia.
Pengalamannya bertambah ketika dia bekerja sebagai penggembala kambing. Dalam pekerjaannya itu Muhammad sering berfikir dan menerawang jauh tentang hakikat kehidupan. Ditengah lapang dan udara bebas dia melihat dirinya yang tak lepas dari unsure-unsure alam. Jiwanya yang jernih memunculkan sebuah statement bahwa sebenarnya kehidupan adalah kematian. Sungguh tanda-tanda kenabian telah terlihat dari kepribadiannya.
Tidak sampai disitu, kecenderungan social serta kejujurannya merespon Khodijah, seorang janda kaya, untuk memilih Muhammad sebagai pegawainya. Muhammad dipercaya untuk menjajakan barang dagangannya dengan upah melebihi pekerja lainnya. Dan ternyata, kejujuran serta kepandaian Muhammad dalam memperdagangkan barang-barang Khodijah, mampu menghasilkan keuntungan yang lebih besar dari yang lain. Dari sinilah muncul benih-benih cinta dalam diri Khodijah yang akhirnya dinikahi Muhammad ketika Muhammad berumur 25 tahun sementara Khodijah berumur 40 tahun.
Pernikahannya dengan Khodijah adalah babak baru dalam kehidupannya. Dia mulai memimpin keluarga sampai pada akhirnya Muhammad dipercaya oleh Allah untuk menyampaikan risalahNya. Kisahnya dimulai dari kecenderunganNya untuk menyendiri. Tepatnya di Gua Hira’, Muhamma mengasingkan dirinya untuk merenung dan mencari sebuah kebenaran. Sampai pada hari ke 17 dari bulan Ramadhan, Allah mengutus Jibril untuk menyampaikan Wahyunya yang pertama kepada Muhammad. Yaitu surat al-‘alaq ayat 1-5.
Dalam kehidupan sekarang, turunnya wahyu pertama ini bisa dikatakan masa pelantikan Nabi. Ya, mulai detik itu, Muhammad telah berkewajiban untuk membimbing umatnya menuju kebenaran.
Selama tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 dia mulai tampil di depan publik. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut sehingga penguasa Mekkah memandangnya sebagai orang berbahaya. Demi keselamatannya, Allah memerintahkannya untuk Hijrah ke Madinah yang dinilai lebih bersahabat disbanding mekah.
Peristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dia susah memperoleh sedikit pengikut, dan di Medinah pengikutnya bertambah sehingga dalam tempo yang singkat, dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya.
Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mekah-Madinah yang berakhir dengan kemenangan Muhammad.
Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salahsatu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan, ia tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini 14 abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.
Dengan demikian, sejak muda-belia, takdir telah mengantarnya ke jurusan yang akan membawanya ke suatu saat bersejarah. Mulai saat datang wahyu sebagai risalah kebenaran dan petunjuk bagi seluruh ummat dirinya wafat meninggalkan pengaruh luar biasa dalam peradaban dunia.
Kini saatnya, bangsa Indonesia kembali melihat kepiawaian Muhammad dalam memimpin bangsa. Hilangkan segala keangkuhan terlabih hasrat kepemimpinan yang menghalalkan segala cara. Karena itu bakanlah cermin dari demokrasi jujur melainkan hanya berakibat pembodohan pada umat. Kemunduran ekonomi serta carut marutnya dunia perpolitikan Indonesia bukanlah hal yang harus disesalkan jika kita hanya mementingkan hasrat dan nafsu hayawaniay yang keluar dalam diri kita. Lihatlah kejujuran Nabi dalam berdagang. Cermatilah bagaimana Nabi memikirkan hakikat kehidupan.disitu kita akan menemukan pelajaran penting tentang kehidupan.
Dari sini, jika kita menginginkan eksistensi kita sebagai bangsa yang majemuk tetap berdiri tegak, kuat dan mampu keluar dari jerat kekacauan. Maka sekarang adalah saat yang tepat untuk menghidupkan kembali nafas religius dalam diri kita terutama para pemimpin yang menjalankan system pemerintahan. Karena diakui atau tidak, banyak elit politik yang menjadi public figur Negara Indonesia adalah “santri”. Lihatlah betapa Rosulullah mencintai ummatnya sehingga rosul dicintai ummatnya. Ingatlah betapa demokratisnya beliau ketika beliau memberikan kesempatan bagi ummatnya untuk membalas perilaku beliau yang tidak berkenan bagi ummatnya. Begitu juga sahabat Umar bin Khottob r.a. yang berpidato menyeru agar setiap rakyatnya berani untuk menegur ketika mendapatkan perlakuan yang dinilai tidak benar. Betapa keikhlasan sahabat Umar bin Khottob bergerilya di tengah masyarakat untuk mengetahui secara pasti segala kesusahan dan kesulitan rakyatnya sehingga solusi yang diberikan selalu tepat sasaran. Ini adalah sebuah teori politik kepemimpinan yang seharusnya diadopsi oleh para public figure kita yang mayoritasnya adalah kaum muslimin. Jangan jadikan orientasi politik adalah kekuasaan. Karena jabatan adalah amanat yang harus di pertanggung jawabkan.

Tidak ada komentar:

Artikel Terbaru

Republika Online