oleh: Hary Kustanto
Perjalanan hidup tampak carut marut dan tidak terkendali bagai kesewenang-wenangan, tetapi sebetulnya itu adalah sebuah mata rantai dari hakikat hidup yang indah dalam keteraturan. Artinya bahwa berani menjalani hidup adalah sebuah keyakinan bahwa semua yang terjadi bukanlah karena kebetulan, tetapi karena adanya takdir Tuhan.
Hal-hal yang dapat membantu kita untuk tetap percaya dan ingat terhadap takdir dan kekuasaan Tuhan dapat kita temukan di kehidupan kita sehari-hari selagi kita mau untuk memikirkan hakikat semua yang ada disekitar kita. Bagi masyarakat jawa khususnya, kita sering menyebut istilah “pacul” (bahasa jawa) atau “cangkul” (bahasa Indonesia). Tetapi apakah kita pernah mengangan-angan mengapa benda itu disebut pacul?
Dahulu mayoritas suku jawa bila ingin menggemburkan tanah menggunakan linggis, tetapi akhirnya Kanjeng Sunan Kalijaga melihat tradisi itu dan mengajak masyarakat jawa untuk menggunakan alat yang di beri nama “pacul”. Mengapa? Apa makna dari istilah pacul?. Beliau Kanjeng Sunan Kalijaga berusaha untuk menghimbau dan mengajak manusia untuk senantiasa ingat akan kekuasaan Allah S.W.T. dengan memberikan nama pada alat yang digunakan untuk mengemburkan tanah dengan nama pacul. Sepintas terdengar menggelitik. Mengapa pacul bisa membantu kita untuk mengingat kekuasaan Allah? Tetapi jika kita teliti sejarah pemberian nama pacul, kita akan mampu mengungkap makna yang terkandung didalamnya.
”Pacul, Sifat papat ojo ucul”. Itulah makna yang terselubung di dalam benda yang bernama pacul. Sifat papat ini adalah sifat nafsiyah, salbiyah, maknawiyyah dan ma’aniy Allah S. W. T. Sifat-sifat ini adalah sifat wajib Allah yang dua puluh. Kanjeng Sunan Kalijaga berharap agar manusia mampu mengingat Allah dimanapun mereka berada. Meskipun sedang dalam pekerjaan yang sangat rumit, kesibukan yang tak kunjung usai, tetapi kita harus tetap memegang teguh keimanan dan akidah kita.
System dakwah yang ditunjukkan oleh beliau Kanjeng Sunan Kalijaga merupakan system dakwah yang sangat indah. Bagaimana tidak?beliau mampu menggabungkan dua hal pokok yang sangat berbeda Yaitu budaya dan agama sehingga dua hal itu mampu bekerja sama dengan sebuah pola kerja yang sinergis dan sangat harmonis. Dengan budaya kita mampu meningkatkan iman dan takwa kita dan dengan agama kita mampu melestarikan nilai-nilai keindahan dalam budaya kita. Keduanya adalah hal yang tidak bisa kita tinggalkan, karena tanpa agama kita hancur dan tanpa budaya kita tidak akan mendapatkan pengakuan akan keberadaan dan eksistensi kita di dunia.
Contoh lain adalah “jadah” (bahasa jawa) atau “uli” (bahasa betawi). Jadah adalah makanan yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, selain karena rasanya yang lezat, jadah juga adalah jenis makanan yang tidak cepat basi. Karena sebab itulah jadah banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia terutama ketika sedang dalam kondisi larang pangan.
Sebagaimana pacul, jadah juga memiliki makna yang sangat dalam. Kanjeng Sunan Kalijaga menamai jadah karena adanya hikayat Nabi Nuh a.s. Bahan dasar pembuatan jadah adalah beras ketan dan beras ketan itu berasal dari Kota Jeddah yang terletak dekat dengan Makkah dan Madinah. Kedekatan daerah asal penghasil bahan dasar jadah inilah yang menjadi nilai dari keistimewaan nama jadah.
Kaitannya dengan Hikayat Nabi Nuh a.s. adalah rasa syukur. Dahulu ketika Nabi Nuh a.s. diberi Cobaan berupa hujan berkepanjangan yang menyebabkan banjir dahsyat, Nabi Nuh a.s. dan pengikutnya hanya memiliki sedikit makanan untuk bertahan hidup sampai menunggu musibah selesai. Akhirnya pada kondisi krisis makanan tersebut Nabi Nuh memerintahkan pengikutnya untuk mengumpulkan beras ketan ang mereka punya untuk dibuat menjadi sebuah makanan. Nah makanan itu saat ini di beri nama dengan Jadah.
Ini berarti Jadah bukanlah sekedar makanan yang hanya bisa dimakan. Tetapi Jadah juga bisa menjadi pengikat kita akan kebesaran Allah sehingga sepatutnya kita harus selalu bersyukur kepadaNya.
Secara luas, ini adalah sebuah tawaran solusi dari Kanjeng Sunan Kalijaga pada kita agar kita bisa terlepas dari jeratan masalah yang tidak ada ujungnya terlebih konflik yang kerap tejadi di antara pemeluk agama. Kebersamaan, kerukunan, kesejahteraan bukanlah sebuah khayalan, tetapi semua itu akan tetap menjadi impian selama kita hanya mampu mengkhayal. Sekarang saatnya kita bersatu untuk berusaha melepaskan jaring masalah yang menutupi bangsa kita sesegera mungkin.
Berbagilah Ilmu karena ilmu akan bertambah ketika dibagi dan diberikan pada orang lain. Sesungguhnya Islam adalah agama yang menghargai ilmu pengetahuan. Bahkan Allah sendiri lewat Al Qur’an meninggikan orang-orang yang berilmu dibanding orang-orang awam beberapa derajat
Page
Artikel
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar